Di pinggir jalan kota besar hingga gang sempit perkampungan, suara wajan besar beradu dengan centong, disertai aroma bawang putih, kencur, dan cabai yang mendidih. Itulah seblak—makanan sederhana asal Bandung yang kini menjelma ikon kuliner jalanan.
Anak muda biasa menyantapnya malam-malam setelah nongkrong, mahasiswa menjadikannya “teman begadang”, bahkan ada pekerja kantoran yang memilih seblak level pedas ekstrem untuk melepas penat. Bagi sebagian orang, semangkuk seblak pedas dianggap lebih manjur mengusir stres dibanding secangkir kopi.
Namun di balik keseruannya, muncul pertanyaan: apakah seblak aman bila sering dimakan?
Pedas, Gurih, dan Serba Tambah: Kebiasaan yang Sering Jadi Masalah
Seblak jarang berhenti pada resep dasar. Hampir semua pembeli menambahkan ini-itu, sehingga satu porsi bisa jadi “bom kalori”:
- Kerupuk berlimpah: bahan utama seblak yang digoreng kering lalu direbus, bisa berkalori tinggi bila porsinya dobel.
- Mi instan tambahan: sering dicampur agar lebih mengenyangkan, padahal sudah tinggi natrium.
- Ceker, sosis, bakso, siomay: sumber protein murah, tapi sering digoreng berulang kali dan kaya lemak jenuh.
- Telur: baik untuk protein, tapi bila digandakan bisa menambah kolesterol jenuh bila pola makannya tidak seimbang.
- Cabai rawit segenggam: pedas ekstrem jadi kebanggaan sebagian penikmat seblak—namun bisa memicu nyeri lambung bagi penderita maag atau GERD.
- Bumbu instan penuh MSG dan garam: rasa gurih bikin ketagihan, tapi konsumsi berlebih meningkatkan risiko hipertensi dan gangguan metabolik.
Contohnya, mahasiswa kos sering memesan seblak dengan ekstra mi instan, topping ceker lima potong, ditambah level pedas 20 cabai. Praktis kenyang murah, tapi dari sisi gizi: tinggi garam, lemak, dan kalori, dengan sayur seadanya.
Apa yang Membuatnya Berpotensi Bahaya?
- Bahan baku kerupuk
BPOM pernah menemukan kerupuk di pasaran yang mengandung boraks atau formalin. Jika kerupuk semacam itu dipakai untuk seblak, jelas berbahaya.
- Pedas berlebihan
Cabai yang terlalu banyak memicu iritasi lambung, bisa memperburuk gastritis atau GERD.
- Natrium dan MSG tinggi
Mi instan + bumbu seblak + kerupuk = kombinasi natrium yang tinggi. Bila dikonsumsi rutin, ini berisiko bagi tekanan darah dan kesehatan jantung.
- Lemak jenuh dari topping
Sosis dan bakso murah biasanya tinggi lemak serta pengawet. Ditambah minyak sisa gorengan, risikonya meningkat.
- Kurang sayuran segar
Kebiasaan orang hanya menambahkan sedikit sawi atau kol. Padahal porsi sayur idealnya lebih banyak untuk menyeimbangkan serat.
Antara Nikmat dan Risiko
Seblak sebenarnya bisa dinikmati dengan aman. Kuncinya ada pada porsi dan kebiasaan.
Menikmati semangkuk seblak pedas sekali seminggu, dengan tambahan sayur lebih banyak, relatif tidak berbahaya untuk orang sehat.
Masalah muncul ketika seblak dijadikan makanan harian atau dijadikan “obat stres” berulang kali dalam seminggu dengan porsi topping serba dobel.
Penderita maag, GERD, hipertensi, atau ibu hamil sebaiknya lebih waspada.
Tips Aman Menikmati Seblak
- Pilih penjual yang bersih dan tidak mencurigakan bahan bakunya.
- Batasi topping olahan (sosis, bakso, siomay). Lebih baik tambah sayur atau telur secukupnya.
- Jangan terlalu sering menantang diri dengan level cabai ekstrem.
- Seimbangkan dengan pola makan lain yang lebih sehat di hari-hari berikutnya.
Seblak adalah potret kreativitas kuliner anak muda Indonesia: sederhana, meriah, dan penuh rasa. Bahayanya bukan pada seblak itu sendiri, melainkan pada kebiasaan berlebih dan bahan yang dipakai.
Jika dinikmati dengan cerdas, seblak tetap bisa jadi sahabat lidah, bukan musuh kesehatan.
Redaksi Medis360.ID









