Beranda / Kesehatan untuk Rakyat / Harapan Baru Terapi Jantung di Indonesia: Inovasi Canggih di Tengah Tantangan Besar

Harapan Baru Terapi Jantung di Indonesia: Inovasi Canggih di Tengah Tantangan Besar

selective focus photography of heart organ illustration

Penyakit jantung dan kardiovaskular tetap menjadi ancaman utama kesehatan masyarakat Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan dan sumber nasional lainnya, kematian akibat penyakit jantung, stroke, dan hipertensi diperkirakan mencapai 651.481 jiwa per tahun. Di sisi lain, angka prevalensi penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter dari Riskesdas 2018 tercatat sekitar 1,5 % dari populasi dewasa.

Namun, survei terbaru menunjukkan kenampakan baru yang mengkhawatirkan: berdasarkan data SKI 2023, kelompok usia produktif (25–34 tahun) menjadi kelompok dengan kasus penyakit jantung terbanyak, yakni sekitar 140.206 orang. Tren ini mengindikasikan bahwa penyakit jantung bukan lagi “masalah usia tua” saja.

Dalam situasi seperti ini, peringatan Hari Jantung Sedunia (World Heart Day) yang diperingati setiap 29 September menjadi momentum penting untuk memperkuat sinergi antara inovasi medis dan strategi pencegahan nasional. Tahun ini, tema global “Use Heart, Know Heart” serta tema nasional “Kenali Jantung Sehatmu, Sayangi Jantungmu” menggarisbawahi bahwa pemahaman jantung sehat—bukan hanya teknologi pengobatan—adalah pondasi untuk memutus lonjakan penyakit jantung.

Darurat Kardiovaskular: Tantangan Utama Pencegahan di Indonesia

Sebelum membahas inovasi medis, penting untuk melihat akar persoalan pencegahan penyakit jantung di Indonesia:

  1. Faktor gaya hidup tidak sehat sangat dominan

Merokok, pola makan tinggi garam dan lemak tidak sehat, konsumsi gula berlebihan, kurang aktivitas fisik, serta stres kronis menjadi kontributor utama penyakit jantung. Kementerian Kesehatan menyebut bahwa konsumsi garam dan lemak trans berlebih menjadi risiko besar, dan negara memperkuat kebijakan pengendalian gizi sebagai bagian dari strategi mengurangi beban penyakit tidak menular (PTM).

  1. Kurangnya kesadaran dan edukasi deteksi dini

Banyak orang menjalani penyakit kardiovaskular tanpa gejala awal yang jelas hingga terjadi komplikasi serius. Kurangnya cakupan skrining, rendahnya kedekatan layanan primer, dan hambatan akses di daerah terpencil memperlambat diagnosis awal.

  1. Kesenjangan akses layanan kesehatan dan teknologi

Tidak semua rumah sakit di daerah memiliki fasilitas kardiovaskular mutakhir. Beberapa rumah sakit di kota besar sudah menerapkan teknologi seperti angiografi presisi atau ablasi canggih, tetapi di daerah pinggiran hal ini masih sulit diakses. Kekurangan sumber daya manusia terlatih juga menjadi hambatan.

  1. Beban pembiayaan dan daya dukung sistem kesehatan

Layanan penyakit jantung tergolong sebagai penyakit katastropik. Berdasarkan data BPJS, dalam beberapa tahun terakhir, pengeluaran untuk penyakit kardiovaskular mencapai triliunan rupiah — misalnya tercatat Rp 10,9 triliun hanya untuk kasus penyakit jantung dan pembuluh darah. Jika beban ini terus meningkat, sistem kesehatan nasional dapat terkuras dan memicu disparitas akses yang makin melebar ke wilayah kurang mampu.

Inovasi Medis Terbaru di Indonesia: Peluang Harapan bagi Pasien Jantung

Menjawab tantangan besar di atas, Primaya Cardiovascular Conference 2025 (tema “Beat for Life, Love Your Heart”) menjadi panggung bagi penyampaian teknologi medis terkini yang bisa diadaptasi di Indonesia. Beberapa teknologi yang ditonjolkan:

  • Ablasi tanpa panas (Pulsed Field Ablation, PFA) — prosedur ablasi listrik selektif yang meminimalkan kerusakan jaringan sekitar.
  • Precision PCI / angioplasti presisi dengan pencitraan intravaskular (IVUS/OCT) untuk meningkatkan akurasi intervensi.
  • Drug-Coated Balloon (DCB) sebagai alternatif terapi tanpa penanaman stent, berguna pada lesi tertentu.
  • CTO PCI (Chronic Total Occlusion Percutaneous Coronary Intervention) — membuka sumbatan penuh kronis pada pembuluh darah koroner.
  • Bypass minimal invasif (CABG minimal invasif) — operasi cangkok bypass dengan sayatan lebih kecil, mempercepat pemulihan pasien.

Menurut Dr. Esther Ramono, Chief Medical Officer Primaya Hospital Group, teknologi-teknologi ini bukan sekadar meningkatkan hasil klinis, tetapi juga memprioritaskan keamanan pasien, komplikasi minimal, dan durasi pemulihan yang lebih cepat — suatu kebutuhan penting di Indonesia yang beban penyakit jantungnya besar.

Beberapa rumah sakit besar di Jakarta dan kota besar lainnya telah mulai mengadopsi sebagian teknologi ini — terutama Primaya Hospital yang disebut memimpin penggunaan PFA dan Precision PCI. Namun, skalanya masih terbatas di pusat rujukan dan kota-kota besar.

Inovasi ini membuka peluang terobosan menuju pengobatan jantung yang lebih personal, aman, dan efisien bagi masyarakat Indonesia. Namun, teknologi baru tidak akan cukup tanpa penunjang pencegahan — yang memang harus berjalan seiring.

Integrasi Teknologi & Pencegahan: Strategi Menuju Jantung Sehat Indonesia

Agar teknologi mutakhir memberi dampak maksimal, pendekatan berikut perlu diperkuat:

  1. Perkuat deteksi dini melalui layanan primer
    Layanan kesehatan di tingkat puskesmas/puskesmas pembantu harus dilengkapi skrining tekanan darah, kolesterol, gula darah, dan edukasi rutin kepada warga agar risiko dapat dikenali lebih awal.
  2. Kampanye edukasi perilaku CERDIK / PATUH
    Memasyarakatkan akronim CERDIK (Cek kesehatan, Enyahkan asap rokok, Rajin olahraga, Diet seimbang, Istirahat cukup, Kelola stres) bagi masyarakat sehat, dan PATUH (Periksa rutin, Atasi penyakit teratur, Tetap aktivitas fisik, Upayakan diet, Hindari rokok/minuman beralkohol) bagi pasien.
    Dengan momentum Hari Jantung Sedunia, kampanye ini perlu ditingkatkan gemanya secara nasional dan lokal.
  3. Penyebaran teknologi ke wilayah luar kota / daerah tertinggal
    Inisiatif seperti program rujukan telekardiologi, pelatihan dokter kardiologi di daerah, insentif rumah sakit daerah untuk mengadopsi teknologi minimal invasif perlu diperkuat.
  4. Kebijakan pengendalian faktor risiko gizi
    Regulasi pengurangan garam dalam produk pangan, eliminasi lemak trans, label nutrisi jelas, serta edukasi pola makan sehat adalah langkah yang sudah diambil pemerintah.
  5. Penguatan sistem data dan monitoring nasional
    Memiliki data real-time tentang prevalensi, mortalitas, dan keberhasilan intervensi sangat penting agar inovasi medis dan strategi pencegahan dapat dievaluasi secara berkelanjutan.

Kesimpulan: Melangkah Bersama di Hari Jantung Sedunia

Inovasi teknologi medis seperti ablasi canggih atau PCI presisi memberi harapan nyata bahwa pasien jantung di Indonesia dapat memperoleh terapi yang lebih aman, lebih efisien, dan lebih cepat pulih. Namun, tanpa memperkuat pencegahan dan skrining dini, hanya sedikit orang yang akan sampai pada pengobatan semacam itu.

Momentum 29 September — Hari Jantung Sedunia — harus dijadikan titik tolak untuk memperkuat sinergi antara pemerintah, profesional kesehatan, rumah sakit, dan masyarakat. Hanya dengan langkah terpadu antara teknologi dan pencegahan lah Indonesia dapat memutus tren kenaikan penyakit jantung dan membangun generasi dengan jantung yang lebih sehat.

Redaksi Medis360.ID