Sebuah babak baru dunia medis Indonesia baru saja dimulai dengan diresmikannya Rumah Sakit Neuroscience oleh Presiden Prabowo. Namun di balik momen tersebut, tersimpan sebuah realitas yang sering terabaikan: otak dan sistem saraf kita sedang menghadapi serangan penyakit yang kian masif.
Neuroscience: Ilmu yang Menguak “Pusat Komando” Tubuh
Neuroscience adalah cabang ilmu yang mempelajari sistem saraf manusia, mulai dari otak, sumsum tulang belakang, hingga jaringan saraf yang menjalar ke seluruh tubuh. Sistem inilah yang menjadi pusat kendali atas pikiran, emosi, gerakan, hingga fungsi vital organ.
Jika jantung adalah mesin pompa kehidupan, maka otak adalah “server pusat” yang mengatur semuanya. Begitu server ini terganggu, dampaknya bisa sangat luas: kelumpuhan, kehilangan memori, depresi, hingga gangguan fungsi dasar seperti menelan atau bernapas.
Mengapa Angka Penyakit Saraf Naik di Indonesia?
Data dari Global Burden of Disease (GBD) dan Kementerian Kesehatan RI menunjukkan tren yang mengkhawatirkan:
- Stroke masih menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia, dengan prevalensi lebih dari 10,9 per 1.000 penduduk.
- Demensia diprediksi melonjak tiga kali lipat pada 2050 seiring bertambahnya usia harapan hidup.
- Gangguan mental seperti depresi dan kecemasan, yang juga berakar pada fungsi otak, kian meningkat terutama pascapandemi.
Lantas, apa yang membuat angka ini melonjak?
- Gaya Hidup Modern yang “Membunuh Sunyi”
- Pola makan tinggi garam, gula, dan lemak jenuh mempercepat penyumbatan pembuluh darah otak.
- Kurangnya aktivitas fisik akibat gaya hidup sedentari (duduk terlalu lama, minim olahraga).
- Paparan gawai dan media sosial yang berlebihan memicu stres kronis, kecemasan, dan digital fatigue.
- Penuaan Populasi
Indonesia kini menuju era aging population. Lansia lebih rentan terhadap stroke, Parkinson, dan Alzheimer.
- Urbanisasi dan Polusi
Polusi udara bukan hanya merusak paru-paru, tetapi juga terbukti meningkatkan risiko stroke dan gangguan kognitif.
- Minimnya Deteksi Dini
Sebagian besar masyarakat masih menganggap sakit kepala, kesemutan, atau lupa ingatan hanyalah keluhan biasa. Padahal, itu bisa menjadi alarm awal penyakit saraf serius.
Apa yang Harus Diwaspadai Masyarakat?
- Kenali Gejala Dini
- Stroke: wajah mencong, bicara pelo, anggota tubuh lemah mendadak.
- Demensia: sering lupa nama/aktivitas, sulit fokus, perubahan perilaku drastis.
- Parkinson: gemetar pada tangan, gerakan melambat, kaku otot.
- Jangan Abaikan Stres & Depresi
Neuroscience menegaskan bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Depresi bukan sekadar perasaan sedih, tapi kondisi medis yang bisa merusak otak jika dibiarkan. - Cegah dengan Gaya Hidup Sehat Otak
- Rutin olahraga 30 menit per hari.
- Konsumsi makanan sehat otak: ikan, kacang-kacangan, buah, sayuran.
- Tidur cukup dan berkualitas.
- Latih otak dengan membaca, menulis, atau permainan strategi.
Peran RS Neuroscience: Harapan Baru, Tapi Tanggung Jawab Tetap di Diri Kita
Peresmian RS Neuroscience menjadi langkah monumental untuk meningkatkan riset, diagnosis, dan terapi penyakit otak dan saraf. Namun, secanggih apa pun fasilitas kesehatan, semua akan percuma jika masyarakat tidak sadar sejak dini.
Neuroscience bukan hanya urusan dokter atau ilmuwan. Ia adalah urusan kita semua. Menjaga otak berarti menjaga pusat kehidupan.
Literasi kesehatan otak harus menjadi agenda nasional. Karena saat otak bangsa terganggu, maka yang dipertaruhkan bukan hanya tubuh individu—tetapi juga masa depan sebuah generasi.
Redaksi Medis360.ID









