Penelitian terbaru di ibu kota menunjukkan bahwa Jakarta tidak hanya menghadapi polusi udara dan limbah plastik yang kasat-mata — kini terbukti bahwa mikroplastik (potongan plastik sangat kecil, kurang dari lima milimeter) telah hadir di lingkungan kota ini.
Menurut Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), setiap sampel air hujan yang diambil di berbagai titik Jakarta sejak 2022 mengandung mikroplastik.
Rata-rata ditemukan sekitar 15 partikel mikroplastik per meter persegi per hari di wilayah pesisir Jakarta.
Penelitian oleh Ecological Observation and Wetlands Conservation (ECOTON) bersama Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) mencatat bahwa Jakarta memiliki tingkat paparan mikroplastik udara salah satu yang tertinggi di Indonesia — contohnya di Pusat Jakarta tercatat 37 partikel tiap 2 jam pada area 9 cm².

Apa Penyebabnya?
Beberapa faktor berkontribusi pada tingginya kontaminasi mikroplastik di Jakarta:
- Degradasi plastik di tempat terbuka / pembuangan terbuka
- Banyak limbah plastik di Jakarta dikumpulkan di tempat pembuangan akhir (TPA) yang sifatnya terbuka atau semi-terbuka, di mana sinar matahari, air hujan, dan angin mempercepat pecah-pecahnya plastik menjadi fragmen mikroplastik.
- Serat sintetis dari pakaian, debu ban kendaraan, pembakaran sampah plastik
- Menurut BRIN, sumber mikroplastik termasuk serat sintetis dari pakaian (misalnya polyester, nilon), ban kendaraan (polybutadiena), residu dari pembakaran plastik, dan plastis yang rusak di ruang terbuka.
- ECOTON/SIEJ menyebut bahwa sekitar 57% dari emisi mikroplastik udara berasal dari pembakaran sampah plastik yang tidak terkelola dengan baik.
- Transportasi udara dan siklus hujan
- Mikroplastik yang terbawa udara dapat terdeposit via hujan kembali ke tanah dan sumber air. BRIN menyebut “siklus plastik” tidak berhenti di laut atau darat saja — partikel-plastik kecil itu juga naik ke atmosfer dan jatuh kembali lewat hujan.
- Trafik dan aktivitas urban yang padat
- Di kawasan seperti pusat tekstil atau pasar besar (contoh: kawasan Pasar Tanah Abang) dengan lalu-lintas kendaraan besar dan aktivitas bongkar muat sintetis tinggi, ditemukan tingkat kontaminasi udara mikroplastik yang tinggi.
Apa Akibatnya Terhadap Kesehatan Masyarakat?
Meskipun penelitian masih terus berkembang dan sebagian besar efek jangka panjang belum sepenuhnya diketahui, berikut adalah sejumlah risiko kesehatan yang dikaitkan dengan mikroplastik:
Partikel mikroplastik dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara (terhirup) atau makanan/air (tertelan). BRIN menyebut hujan yang mengandung mikroplastik dapat “mengontaminasi air permukaan dan masuk ke rantai makanan”.
Studi sistematis di Indonesia menemukan bahwa air minum kemasan mengandung mikroplastik dalam jumlah besar (7.043-8.339 partikel per liter) dan dominan dari polimer Polypropylene (PP), Polyethylene (PE), dan PET (Polyethylene Terephthalate). Mikroplastik tersebut dikaitkan risiko seperti gangguan hormon, penyakit jantung, infertilitas, gangguan pencernaan atau pertumbuhan.
Mikroplastik dapat membawa atau mengikat zat‐kimia berbahaya (misalnya logam berat, senyawa organik berbahaya) karena permukaannya yang luas dan sifat adsorpsi tinggi — artinya bisa menjadi ‘kendaraan’ bagi polutan. ECOTON menyebut mikroplastik “dapat hingga 10⁶ kali lebih toksik” ketika membawa berbagai polutan sekaligus.
Potensi efek kesehatan lainnya yang disebut sejumlah penelitian global: stres oksidatif (kerusakan sel karena radikal bebas), gangguan sistem hormon (endokrin), kerusakan jaringan atau organ, infeksi kronis atau inflamasi.

Kenapa Kita Harus Peduli?
Karena tidak dilihat secara kasat-mata — mikroplastik terlalu kecil untuk dilihat dengan mata telanjang, dan sudah ada di udara, air hujan, dan masuk ke dalam tubuh.
Karena dampaknya bisa bersifat kumulatif: paparan jangka panjang terhadap jumlah kecil bisa menghasilkan efek besar.
Karena Jakarta sebagai kota besar dengan problem limbah dan polusi yang kompleks, berpotensi menjadi “laboratorium nyata” untuk dampak mikroplastik, dan pemahaman serta penanganannya bisa punya efek besar ke depan.
Karena ini bukan hanya tentang lingkungan, tapi juga tentang kesehatan masyarakat — semua lapisan usia bisa terdampak, khususnya anak-anak, lansia, dan kelompok sensitif.
Apa yang Sedang Dilakukan & Apa yang Bisa Dilakukan
Pemerintah provinsi DKI Jakarta sudah mengintensifkan monitoring kualitas udara dan air hujan terkait mikroplastik.
Menteri Lingkungan Hidup telah menyerukan penghapusan praktik pembuangan terbuka dan pembakaran sampah plastik, serta transisi ke sistem pembuangan yang lebih baik, setelah temuan mikroplastik di hujan Jakarta.
Rekomendasi dari ECOTON antara lain:
- Larangan pembakaran sampah plastik secara terbuka di tingkat desa/kota.
- Memperkuat sistem pemilahan sampah sejak sumber, dan memperluas program kota tanpa sampah plastik.
- Pengembangan instalasi pengelolaan limbah yang lebih baik (misalnya teknologi daur ulang, instalasi filter untuk serat pakaian).
- Di tingkat individu: Mengurangi plastik sekali pakai, memilih bahan alami, mencuci pakaian sintetis dengan filter khusus (karena serat sintetis jadi salah satu sumber) — sebagaimana disarankan para peneliti.
Paparan mikroplastik di Jakarta telah melewati batas “kemungkinan” menjadi “nyata”. Data menunjukkan seluruh hujan di kota ini mengandung partikel mikroplastik, dan udara di sejumlah titik kota pun menunjukkan kadar mikroplastik yang tinggi. Penyebabnya kompleks — limbah plastik yang tak ditangani optimal, serat sintetis dari pakaian, debu kendaraan, pembakaran sampah plastik, dan siklus atmosferik yang membawa partikel ke udara dan hujan. Akibatnya: ada potensi risiko kesehatan yang signifikan, dari sistem pernapasan hingga hormon dan organ dalam.
Kondisi ini menggarisbawahi bahwa penanganan limbah plastik bukan hanya soal estetika lingkungan atau laut — tetapi soal kesehatan warga kota, terutama di wilayah urban besar seperti Jakarta. Upaya kolektif, baik dari pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat, sangat diperlukan agar partikel‐kecil ini tidak menjadi masalah besar bagi generasi mendatang.
Redaksi Medis360.ID









